Hubungan Antara Mazhab Klasik Dengan Mazhab Neo-Klasik Serta Posisi Keynes Diantara Keduanya (Sejarah Pemikiran Ekonomi)



1. Hubungan Mazhab Klasik dengan Mazhab Neo-Klasik
            Titik tolak yang diberikan oleh mazhab klasik adalah kebutuhan manusia akan dapat terpenuhi dengan cara yang baik sekiranya sumber-sumber daya produksi digunakan secara efisien. Disamping itu juga jika hasil produksi yang berupa barang dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan yang benar-benar bebas. (Bachrawi Sanusi, 2004: 40)

Pada kenyataannya, revolusi industri pada akhir abad ke-18 seolah menjadi mimpi buruk bagi penganut mazhab klasik, dalam penilaian para pemikir ekonomi selanjutnya pemikiran mereka banyak terdapat kelemahan-kelemahan  dan merugikan masyarakat  serta kaum buruh. Revolusi Industri memang membawa kemajuan dan banyak kekayaan, tetapi banyak dari rakyat terutama kaum buruh yang hidupnya tetap miskin karena gaji buruh bukan hanya sangat rendah tetapi juga selalu ditekan.  begitulah kira-kira inti dari kritikan para penganut sosialis (Marxis) terhadap mazhab klasik.

            karena adanya berbagai kritikan terhadap mazhab klasik, pada akhir abad ke-19 lahirlah mazhab baru yang sekarang dikenal dengan nama neo-klasik. Mazhab ini lahir sebagai sebuah pembelaan terhadap mazhab klasik yang telah mendapat banyak kritikan dari penganut mazhab sosialis.
Analisis yang dipergunakan oleh karl Marx (sosialis) untuk meramal kejatuhan sistem kapitalis bertitik tolak dari teori nilai tenaga kerja dan tingkat upah, maka oleh para pakar ekonomi neo-Klasik teori-teori tersebut dibahas menggunakan konsep analisis marjinal (Marginal Analisis) atau marjinal Revolution. Bagi Jevons, Menger dan Walras (tokoh neo-klasik) biaya bukan satu-satunya faktor yang menentukan harga. Yang paling menentukan harga, sesuai dengan teori utilitas marjinal adalah utilitas yang diterima dari mengkonsumsi satu unit terakhir dari barang tersebut. Kaum klasik melihat harga dari sisi produsen (jumlah pengorbanan yang dikeluarkan), sedangkan kaum marjinalis melihat dari sisi konsumen, yaitu kepuasan marjinal dari mengkonsumsi satu unit barang terakhir. (Ilham Anang, 2012)
Pada intinya konsep ini merupakan pengaplikasian kalkulus diferensial terhadap tingkah laku konsumen dan produsen, serta penentuan harga-harga di pasar. Teori ini telah lama digunakan dan dikembangkan Heinrich Gossen (1810-1885) dalam menjelaskan kepuasan (utility) dari pengkonsumsian jenis barang. Menurutnya kepuasan marjinal (marginal Utility) dari pengkonsumsian suatu semacam barang akan semakin turun jika barang yang sama dikonsumsi semakin banyak, ’’(Hukum Gossen I)’’. dalam hukum Gossen II, menjelaskan bahwa sumber daya dan dana yang tersedia serlalu terbatas secara relatif untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang relatif tidak terbatas adanya. (Bachrawi Sanusi, 2004: 86)
Contoh sebuah analogi yang berhasil dijelaskan oleh mazhab neo-klasik adalah paradox antara intan dan air, smith menjelaskan bahwa air sangat berfaedah tetapi mempunyai harga yang sangat rendah, karena biaya yang diperlukan untuk memperoleh air kecil atau tidak ada sama sekali. Sebaliknya intan, intan yang kurang berfaedah bagi manusia tetapi nilainya sangat tinggi, karena diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk memperoleh intan tersebut. Menurut kaum neo-klasik, nilai atau harga intan lebih tinggi dari harga air bukan karena biaya untuk mendapatkan intan lebih besar dari pada untuk mendapatkan air, melainkan karena utilitas marjinal (utilitas dari pengkonsumsian satu unit intan) yang besar. Karena itu orang mau menghargai intan lebih tinggi dari pada air. (Gabriela Eman, 2010)
            Perbedaan mazhab neo-klasik dan klasik hanya terletak pada penekanan dan pusat perhatiannya. Jika mazhab klasik menjelaskan segala kondisi ekonomi dalam kerangka kekuatan-kekuatan misterius atau invisiblehand (tangan-tangan tak terlihat), maka dalam mazhab neo-klasik mencoba memberi penjelasan lengkap dengan memfokuskan pada mekanisme-mekanisme aktual yang menyebabkan terjadinya kondisi ekonomi tersebut. Tidak banyak perubahan antara mazhab klasik dengan mazhab neo-klasik, konsep neo-klasik bisa dikatakan penyempurnaan kembali terhadap teori mazhab klasik.
            Banyak lagi pemikiran para tokoh mazhab neo-klasik yang menjelaskan kembali pemikiran-pemikiran klasik. Seperti pandangan yang dikemukakan oleh J.R. Hicks (tokoh neo-klasik), Hicks menyatakan bahwa faktor monopoli tidak besar artinya dalam transaksi-transaksi pasaran. Oleh karena itu, pendapat mengenai persaingan sempurna tidak menyimpang dari realitasnya. Akan tetapi menurut Hicks, jika sebaliknya, maka unsur monopoli menjalankan peranan yang besar. Hal itu jelas tidak sesuai dengan keadaan ekuilibrium. Ini berarti, kestabilan pada ekuilibrium yang dalam konstruksi pemikiran Hicks sangat rapi disusun, akan tetapi justru menjadi tanda tanya besar. (Bachrawi Sanusi, 2004: 88)

2. Posisi  Keynes Diantara Teori Klasik dan Teori Neo-klasik
Setelah neo-klasik melumpuhkan serangan Marx terhadap sistem kapitalis, perekonomian pada awal abad ke-20 berjalan sesuai dengan paham laissez faire-laissez seperti keinginan kaum klasik dan neo-klasik. Didasarkan atas pendapat J.B. Say yang mengatakan bahwa penawaran akan selalu berhasil menciptakan permintaannya sendiri (supply creates it’s own demand), maka tiap perusahaan berlomba-lomba menghasilkan barang-barang sebanyak-banyaknya. Akibatnya produksi meningkat tak terkendali, hingga pada tahun 1930-an dunia mengalami krisis ekonmi yang maha dahsyat (depresi besar-besaran), dimana perekonomian ambruk, pengangguran terbuka merajalela, dan iflasi membubung tak terkendali.(Deliarnov, 2003)
Dalam situasi yang sangat buruk pada saat itu teori klasik maupun non-klasik tidak bisa lagi memberikan jalan keluar untuk memperbaiki perekonomian, sehinggal lahirlah teori Keynesian, teori Keynesian adalah suatu teori ekonomi yang didasarkan pada ide seorang ekonom Inggris abad ke-20, John Maynard Keynes. Pandangan Keynes sering dianggap sebagai awal dari pemikiran ekonomi modern. Keynes banyak melakukan pembaharuan dan perumusan ulang doktrin-doktrin klasik dan neo-klasik.
Keynes juga dianggap sebagai peletak dasar ekonomi makro, yang sebelumnya baik aliran klasik maupun neoklasik menggunakan analisis ekonomi secara mikro. Keynes melihat hubungan diantara variable-variabel ekonomi seperti pendapatan, konsumsi, tabungan, pajak, pengeluaran pemerintah, ekspor impor, pengangguran, inflasi secara agregatif. (Amin Pujiati, 2011)
Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada mekanisme pasar akan selalu mencapai keseimbangan, sehingga kegiatan produksi akan selalu menciptakan daya beli terhadap produk yang dihasilkan dengan sendirinya (teori J.B. Say). Pendapatan yang diperoleh akan seluruhnya dibelanjakan. Dalam posisi keseimbangan tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan permintaan. Walaupun terjadi hanya bersifat sementara karena akan ada tangan tak terlihat (invisible hand) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Begitu juga halnya dengan tenaga kerja, menurut kaum klasik sumberdaya termasuk tenaga kerja akan terserap secara penuh (fully employed) jika didasarkan kepada mekanisme pasar karena orang-orang yang tidak bekerja tersebut akan bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah, yang mendorong pengusaha untuk mempekerjakan labor lebih banyak, sehingga akhirnya semua yang mau bekerja akan memperoleh pekerjaan.
Keynes menganggap kepercayaan kaum klasik diatas sebagai sesuatu yang keliru.  Dalam kenyataannya permintaan sering lebih kecil dari penawaran karena tidak semua pendapatan masyarakat itu dibelanjakan tetapi ditabung juga. Akibatnya jumlah konsumsi lebih kecil dari pendapatan yang artinya tidak semua produksi diserap masyarakat. Pendapat Keynes tersebut dibantah oleh kaum klasik dengan dalih bahwa tabungan tersebut akan dihimpun oleh lembaga keuangan dan akan disalurkan pada investor sehingga tabungan akan selalu sama dengan investasi. Dengan demikian investasi akan menyebabkan keseimbangan kembali terwujud. Keynes membantah pandangan klasik tersebut karena motif orang menabung tidak sama dengan motif orang berinvestasi. Pengusaha berinvestasi dengan motif memperoleh keuntungan sedangkan rumah tangga menabung dengan motif beragam salah satunya untuk berjaga-jaga, misalnya untuk menghadapi kecelakaan. Perbedaan motif ini menyebabkan jumlah tabungan tidak sama dengan jumlah investasi. Kalaupun jumlahnya sama itu hanya kebetulan bukannya keharusan.
Keynes juga mengkritik pandangan kaum klasik yang mengatakan full employment akan selalu tercapai. Keynes menjelaskan kekurangan teori ini melalui pendekatan terhadap upah yang pernah singgung oleh kaum klasik.
Menurut Keynes analisis kaum klasik didasarkan pada pengandaian-pengandaian keliru yang jauh dari kenyataan hidup sehari-hari, Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang selalu memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah itu berarti tidak semua buruh akan bersedia bekerja pada tingkat upah rendah yang ditawarkan perusahaan seperti dikemukakan oleh kaum klasik. Kalaupun tingkat upah harus diturunkan maka pendapatan masyarakat akan turun sehingga daya beli dan konsumsi terhadap produk yang dihasilkan berkurang. Akhirnya akan mendorong turunnya harga-harga. jika harga-harga turun, maka produktifitas tenaga kerja juga menurun. Hal ini akan menyababkan perusahaan melakukan rasionalisasi untuk menghemat biaya produksi dengan memberhentikan sebagian karyawan. Maka tingkat pengangguran akan semakin besar dan full employement sama sekali tidak akan terjadi. (Mengacu dalam buku Deliarnov)
Dari hasil pengamatan tentang depresi ekonomi maka Keynes merekomendasikan agar perekonomian tidak diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar. Peran pemerintah diperlukan sampai batas-batas tertentu. Misalnya jika pengangguran terjadi maka pemerintah bisa memperbesar volume pengeluarannya untuk proyek-proyeknya sehingga sebagian pengangguran mendapat pekerjaan yang akhirnya akan menambah pendapatan masyarakat. Contoh yang lain  jika harga-harga naik, maka pemerintah dapat menarik jumlah uang yang beredar dengan mengenakan pajak yang lebih tinggi sehingga jumlah uang yang beredar berkurang dan inflasi tinggi tidak akan terjadi.
Meskipun Keynes tidak sepenuhnya setuju dengan mahzab klasik dan neo-klasik, yang identik dengan kapitalisme, Keynes sama sekali bukan seorang sosialis, atau agen mahzab Marxisme. Tetapi keynes mencoba untuk menyempurnakan konsep klasik dan neo-klasik. Seperti pernah disampaikan Paul Krugman, Guru Besar Universitas Columbia AS, yang juga pernah meraih nobel ekonomi :
Keynes was no socialist—he came to save capitalism, not to bury it. . . . There has been nothing like Keynes’s achievement in the annals of social sciences. (Paul Krugman: 2006)
Berikut inti ajaran Keynes :
Menurutnya pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya demikian pula sebaliknya. volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif tergantung pada pertemuan antara barang permintaan dan penawaran yang terjadi. Permintaan efektif ini terdiri dari permintaan untuk konsumsi dan investasi. Sedang permintaan konsumsi sangat tergantung pada kecenderungan untuk berkonsumsi (MPC) yang kenaikannya tidak secepat kenaikan pendapatan.
Perbedaan antara besarnya pendapatan dan konsumsi dapat diatasi dengan adanya investasi. Bila jumlah investasi tidak terpenuhi maka harga akan turun. Akibatnya pendapatan dan pekerjaan akan turun sampai perbedaan tersebut terpenuhi. Volume investasi ini tergantung pada efisiensi marginal dari modal dan suku bunga. Hal ini merupakan tingkat hasil yang diharapkan dari aktiva modal baru. Kenaikan dalam volume investasi akan mengakibatkan naiknya pendapatan dan selanjutnya akan meningkat konsumsi masyarakat. Hubungan antara kenaikan investasi dengan tingkat pendapatan riil dapat dijelaskan dalam proses bekerja multipler K.
Bila investasi agregat naik, pendapatan akan meningkat yang besarnya adalah K kali kenaikan investasi tersebut. Atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Y = K I dan 1-1/ k mewakili MPC berarti k = 1/1 - MPC. (Dwi Susilowati: 133)


Daftar Pustaka
1.  Anang, ilham. “Pemikiran Ekonomi Neo-Klasik”. http://anangilhamphg.blogspot.com/2012/03/pemikiran-ekonomi-neo-klasik.html. diakses pada tanggal 27 juli 2012
2. Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2003.
3. Eman, gabriel. “Profil Alfred Marshall (1842-1924)”. http://gabrielaeman.wordpress.com/tag/ekonomi/. Diakses pada tanggal 25 juli 2012
4. Pujiati, amin. 2011. Menuju Pemikiran Ekonomi Ideal : Tinjauan Filosofis dan Empiris. Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang
5. Sanusi, bachrawi. Tokoh Pemikir Dalam Mazhab Ekonomi. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2004.
6. Susilowati, dwi. Teori-Teori Pembangunan Ekonomi. Bahan ajar mata kuliah Ekonomi Pembangunan BAB V

Komentar

Posting Komentar