Merkantilisme dan mazhab klasik adalah dua pemikiran ekonomi yang lahir pada
masa yang berbeda. Walaupun demikian, mazhab klasik yang sebagian teorinya
masih dipakai sampai sekarang ternyata tidak lepas dari ide pemikiran mazhab
merkantilisme. Ide pemikiran mazhab klasik lahir dari hasil kritikannya
terhadap sistem perekonomian mazhab merkantilisme yang di anggap tidak baik
untuk di terapkan.
Berikut penjelasan keterkaitan ide pemikiran
mazhab merkantilisme dengan mazhab klasik:
Merkantilisme
serumpun dengan kata mercantile, merupakan kata sifat yang artinya sesuatu yang
terkait dengan dagang atau perdagangan. Satu akar juga dengan kata merchant
yang berarti pedagang. Kata merkantilis juga masih terkait dengan mercandise,
yaitu perdagangan atau barang-barang yang diperdagangkan. Menurut kamus Inggris
Indonesia Peter Salim, merkantilisme adalah sistem ekonomi yang terdapat di
eropa antara tahun 1500 sampai tahun 1700an, yang mementingkan kesembingan
antara ekspor dan impor. Merkantilisme dapat pula diartikan sebagai prinsip
atau praktek perdagangan. Merkantilis (mercantilist) adalah penganut
merkantilisme atau orang yang percaya mengenai pentingnya perdagangan. (Aceng
Hidayat, 2007)
Dalam mazhab ini ada empat ide pemikiran yang
paling mendasar, yaitu :
1. Surplus perdagangan suatu negara
merupakan tanda suatu negara kaya.
Salah satu tokoh yang
mengajarkan paham ini adalah Thomas Mun (1571-1641) saudagar kaya dari inggris,
sebagaimana yang dikutip oleh Edmund Whittaker (1960) dari buku Thomas Mun yang
kedua, Mun menulis :
The
ordinary means therefore to encrease our wealth and treasure is by Foreign
Trade, where in we must ever observe this rule ; to sell more to strangers yearly
than we consume of theirs in value...
Because
that part of stock which is not returned to us in wares must necessarily be
brought home in treasure. (Deliarnov:1995)
Intinya penganut mazhab ini mengupayakan sebisa mungkin untuk memperoleh suplus perdagangan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan campur tangan pemerintah terhadap aktivitas ekspor maupun impor. Adapun kebijakannya adalah dengan monopoli pasar, mengenakan tarif terhadap barang-barang impor dan memberikan subsidi untuk barang-barang ekspor bahkan memberikan insentif untuk para eksportir dan para produsen pengganti barang impor. Dengan demikian mereka akan memperoleh ekspor neto (selisih ekspor dengan impor) bernilai positif, dengan kata lain ekspor lebih besar dari impor yang menurut paham mereka akan membuat perekonomian negaranya bisa lebih baik.
2. Negara dengan kepemilikan logam mulia
banyak adalah negara berkepemilikan kekayaan.
Mereka
juga beranggapan bahwa kepemilikan emas, perak, dan logam mulia lainnya sebagai
pengukur kekayaan suatu negara, oleh karenanya hasil perdagangan yang mereka
dapatkan (surplus perdagangan luar negri) selalu diubah ke dalam bentuk logam
mulia yang nantinya akan dibawa pulang ke negaranya. Kebijakan lain yang
dilakukan untuk mempertahankan logam mulia di negaranya adalah dengan proteksi
yaitu larangan melakukan ekspor logam mulia, bagi yang melanggar peraturan ini diancam
dengan hukuman mati.
3. Dalam suatu transaksi perdagangan,
selalu ada pihak yang mendapatkan keuntungan dan pihak lain yang akan dirugikan.
Menurut
saya pribadi, konsep inilah yang nantinya mendorong Adam Smith (mazhab klasik) mengkritik
pemikiran mazhab ini. bagaimana tidak, pemikiran ini bersifat sangat menzalimi,
ketika mereka menginginkan keuntungan untuk negaranya berarti mereka harus
membuat negara lain rugi. Konsep ini berkaitan dengan konsep logam mulia, ketika
negara mereka memperoleh keuntungan / logam mulia, disisi yang lain ada negara
yang mengalami kerugian karena logam mulianya telah diambil. konsep inilah yang
mendorong para penganutnya untuk melakukan penjajahan untuk mengambil logam mulia.
Secara tidak langsung persaingan pasar dianggap tidak akan bisa mendatangkan
keuntungan, mereka cenderung menjual barang produksi ke negara jajahan. Hasilnya
kekayaan negara yang melimpah yang dihasilkan dari kegiatan perdagangan
tersebut hanya dapat dinikmati oleh para penguasa dan kaum pedagang yang
memonopoli pasar. Sedangkan rakyat biasa kebanyakan tetap hidup dalam
kemiskinan.
4. Pentingnya pertumbuhan penduduk.
Menurut
paham mereka, pertumbuhan penduduk yang banyak bisa membuat jumlah produksi
meningkat juga disertakan penurunan upah. Sehingga mereka bisa mengeruk
keuntungan yang sebesar-besarnya, tampaknya pada masa ini mereka belum
menemukan masalah pengangguran yang disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk.
Setelah
masa mazhab merkantilisme yang berkembang dari abad ke-15 sampai abad ke-17 ada
beberapa tokoh yang menjembatani masa mazhab merkantilisme dengan mazhab klasik,
salah satunya David Hume yang juga menkritik pemikiran mazhab merkantilisme.
Menurut
David Hume Ide atau pokok pikiran dari merkantilisme yang menyatakan bahwa
negara akan makmur bila Ekspor (X) lebih besar dari Impor (M) sehingga Logam
Mulia (LM) yang dimiliki akan semakin banyak sama sekali tidak relevan. Dengan
kata lain, kekayaan/kemakmuarn suatu negara menurut mazhab merkantilisme
identik dengan jumlah Logam Mulia yang dimilikinya. Logam Mulia pada waktu itu
digunakan sebagai alat pembayaran/uang sehingga bila Logam Mulia banyak, maka
ini berarti Money Supply (Ms) atau jumlah uang beredar banyak.
Bila jumlah uang
beredar naik, sedangkan produksi tetap tentu akan terjadi inflasi atau kenaikan
harga. Kenaikan harga didalam negeri tentu akan menaikkan harga barang-barang
ekspor (Px) sehingga kuantitas ekspor (Qx) akan menurun. Naiknya jumlah uang
beredar yang diikuti dengan peningkatan inflasi di dalam negeri tentu akan menyebabkan
harga barang impor (Pm) menjadi lebih rendah sehingga kuantitas impor (QWm)
akan meningkat. Perkembangan yang demikian ini tentu akan menyebabkan ekspor menjadi
lebih kecil daripada impor. Atau impor menjadi lebih besar daripada ekspor
sehingga akhirnya Logam Mulia akan menurun atau berkurang. Dengan berkurangnya
Logam Mulia yang dimiliki, maka berarti negara menjadi miskin karena Logam Mulia
identik dengan kekayaan/kemakmuran.
Perubahan dari negara
makmur menjadi negara yang miskin menurut paham merkantilisme ini dikritik oleh
David Hume sebagai “Mekanisme Otomatis” dari “price-specie Flow Mechanism” atau
PSFM. Dengan adanya kritik David Hume ini, maka teori Pra-Klasik atau
merkantilisme dianggap tidak relevan. (Andi Kurniawan: 2006)
Setelah kritikan David Hume, pada kuartal
abad ke-18 Adam Smith terdorong untuk memberikan solusi terhadap sistem
perekonomian melalui bukunya Wealth
of Nations. Lahirlah ide pemikiran
baru yang dinamakan mazhab klasik. Model yang dikembangkan oleh Adam Smith
dalam mewujudkan kesejahteraan bersama disebut kebebasan alamiah. Intinya, pembatasan
perdangan sebagaimana berlaku saat itu oleh kaum merkantilis dianggap hanya
menguntungkan kaum pedagang, pemegang monopoli dan penguasa.
Adam
menganggap produksi barang-barang dan jasa sebagai sumber utama kemakmuran
suatu negara, bukan melalui perdagangan internasional atau hasil pengumpulan
emas dan perak. (Mengacu dalam buku Deliarnov)
Ia mengatakan :
“Kemakmuran
sebuah bangsa bukan hanya berasal dari emas dan peraknya, tapi juga dari
tanahnya, gedung-gedungnya, dan segala barang-barang yang dapat dikonsumsi”.
Rakyat harus diberi kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan tanpa campur
tangan negara. Biarkanlah barang, tenaga kerja, modal dan uang mengalir secara
bebas. Menurut Smith, kebebasan semacam ini merupakan hak azasi paling
mendasar. (Aceng Hidayat, 2007)
Adam Smith menentang pengenaan tarif
tinggi terhadap barang impor dan pembatasan perdagangan dengan sebuah analogi
“keuntungan natural” suatu negara diatas negara lain dalam hal produksi barang.
“Dengan menggunakan rumah kaca dan penghangat, anggur yang baik dapat ditanam
di Skotlandia, tetapi memproduksi anggur di Skotlandia akan membutuhkan biaya
30 kali lipat ketimbang mengimpornya dari Prancis”, Kata Smith. Lalu dia
melanjutkan “Masuk akalkah hukum yang melarang impor semua anggur dari luar
negri hanya untuk membuat anggur merah dan anggur putih di Skotlandia?” (Mark
Skousen: 2005)
Artinya
jelas bahwa monopoli pasar hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja,
tetapi masyarakat harus menghadapi kenyataaan meningkatnya harga barang yang
sangat mahal yang disebabkan oleh pembatasan perdagangan seperti analogi Smith
di atas.
Secara ringkas
inti ajaran Wealth of Nations dari Adam Smith:
1.
Kebebasan (freedom): hak untuk
memproduksi, menukarkan, memperdagangkan, barang, tenaga kerja dan modal
(kapital).
2.
Kepentingan diri sendiri (self
interest): hak seseorang untuk melakukan usaha sendiri dan membantu orang lain.
3.
Persaingan (competion), hak untuk
bersaing dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa.
Ketiga
unsur kebebasan tadi akan menciptakan harmoni alamiah antara kepentingan buruh,
pemilik tanah, dan pemilik modal. Kepentingan diri sendiri disertai dengan
keinginan membantu sesama akan mampu mengentaskan ekonomi jutaan umat manusia.
Doktrin
kepentingan diri yang demikian dianggap invisible hand (tangan gaib) yang
mengarahkan manusia untuk mencapai kesejahteraan bersama. Keadaan semacam ini
akan tercapai dalam kondisi yang ideal. Yaitu, suatu kondisi masyarakat yang
penuh dengan nilai-nilai kebaikan, kedermawanan, dan hukum sipil yang tegas
yang melarang praktek usaha yang curang dan tidak adil. Karena itu, Smith
sangat mendukung terciptanya kelembagaan masyarakat (social institution)
seperti pasar, agama, dan hukum- untuk memperkuat kontrol dan disiplin diri
serta kedermawanan. Dengan demikian, kebebasan mengejar kepentingan diri
sendiri yang diajarkan Smith harus dibingkai dengan kelembagaan masyarakat yang
kuat yang mengarahkannya pada terciptanya keadilan. (Mengacu dalam buku Mark
Skousen)
Pemikiran
Smith sangat berpengaruh. Bersama dengan semangat revolusi industri dan
kebebasan berpolitik, pemikiran tersebut mampu menggerakan dunia menuju tatanan
dunia baru. Sistem merkantilis yang proteksionis kehilangan pengaruh. Akhirnya
mengalami kehancuran, duniapun berubah dan ekonomi tumbuh luar biasa. Impian
masyarakat Eropa untuk keluar dari kemiskinan pada saat itu telah menemukan
jalan. Harapan hidup pun tumbuh seiring dengan tumbuhnya ekonomi.
Teori
Smith kemudian juga di dukung oleh beberapa tokoh lainnya, salah satunya adalah
David Ricardo (1772 - 1823) yang mendukung penuh teori dari Adam Smith disamping
dia juga mengeluarkan teorinya sendiri, Inti teorinya adalah :
1. Menerapkan
hukum upah besi diamana buruh hanya mendapatkan upah subsistent. Buruh seperti
mesin-mesin produksi. Buruh harus dibayar murah agar tidak mencapai hidup
sejahtera yang bisa berakibat pada penambahan jumlah populasi.
2. Berusaha
menemukan nilai tetap atas barang. Menurutnya, nilai barang ditentukan oleh
nilai kerja orang dalam memproduksi barang tersebut. Nilai komoditas harus sama
dengan jumlah rata-rata dari jam kerja yang dipakai dalam dalam memproduksi
barang tersebut. Konsekuensi dari teoi nilai kerja adalah kapitalis akan
membayar upah rendah, memperkerjakan tenaga kerja anak dan perempuan, dan
memperpanjang jam kerja agar mendapatkan keuntungan besar. Upah murah juga
dilakukan untuk membatasi peningkatan kesejahteraan kaum buruh yang bila
meningkat akan meningkatkan jumlah penduduk.
3. Mendukung
kebijakan moneter anti inflasi yang ketat. Bank sentral harus membatasi jumlah
uang yang beredar.
4. Mengembangkan
hukum keuntungan komparatif. Hukum ini merupakan pukulan telak bagi
proteksionisme. Menurutnya, perdagangan bebas antar negara akan meningkatkan
output total produk. Memproduksi dan memenuhi sendiri kebutuhan sendiri dengan
membatasi import tidak akan menguntungkan. Perdagangan bebas akan menguntungkan
kedua belah pihak.
5. Bersama
thomas Malthus mengembangkan hukum pendapatan yang berkurang. Menurutnya,
potensi lahan dalam menghasilkan produk pertanian (corn) akan menurun.
Penambahan jumlah tenaga kerja dan modal tidak akan mampu menggenjot
produktivitas lahan dengan luas yang sama. (Aceng Hidayat, 2007)
Setelah
adanya mazhab klasik yang menggantikan pemikiran mazhab merkantilisme, pemikiran
ekonomi tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan terus berkembang seiring
berkembangnya zaman. Lahirlah mazhab-mazhab baru dengan berbagai macam
pemikiran yang sangat brillian sampai terciptanya berbagai macam sistem
perekonomian seperti di masa sekarang ini.
Daftar
Pustaka
1. Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1995.
2. Hidayat, Aceng. 2007. Modul Mata
Kuliah Pengantar Ekonomi Kelembagaan. disajikan dalam pengajaran
pengantar ekonomi kelembagaan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor (IPB), Bogor, pertemuan ke II semester 4.
3. Kurniawan, Andi. “Kelemahan
- Kelemahan Perspektif Merkantilisme dan Liberalisme dalam Ekonomi Politik
Internasional”. http://elankoer.blogspot.com/2006/01/kelemahan-kelemahan-perspektif.html
4.
Skousen, Mark. 2005, The Making of Modern
Economics, Tri Wibowo Budi Santoso, PRENADA MEDIA, Jakarta.
menarik sekali artikelnya
BalasHapusterutama pada poin 2, negara yang memiliki logam mulia terbanyak adalah...
mari investasi logam mulia mulai sekarang
Ayuks..
Hapus